PANGKALPINANG – Aksi damai Aliansi Rakyat Penambang di Gedung DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Rabu (10/09/2025) menjadi sorotan utama, terutama melalui orasi Wahyudi, seorang tokoh dan pelopor Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dari Desa Perlang.
Berbeda dari demonstrasi yang biasa, aksi ini berlangsung dalam suasana dialogis di dalam ruangan, di mana para penambang, yang sebagian besar duduk lesehan di lantai, berhadapan langsung dengan perwakilan legislatif dan pejabat terkait. Wahyudi, dengan gaya orasi yang lugas dan penuh semangat, menjadi juru bicara yang paling menonjol.
Dalam orasinya, Wahyudi secara tegas meminta PT Timah untuk lebih membuka ruang bagi partisipasi masyarakat lokal. Ia menyoroti ironi di mana masyarakat Bangka Belitung sering kali menjadi “penonton di tanah sendiri,” sementara kekayaan alam dieksploitasi tanpa manfaat yang adil.
Wahyudi yang dalam kesempatan tersebut mengenakan kaos hitam bertuliskan “ZACKLABEL 07” dan topi pancing berwarna krem, berulang kali menunjuk ke arah spanduk yang terbentang di belakangnya. Spanduk itu bertuliskan, “Kami Warga Desa Batu Beriga Mendukung Penambangan PT TIMAH Apabila Masyarakat DI LIBATKAN.”
Orasi ini menciptakan kesan yang kuat, seolah-olah ia berbicara dari hati ke hati, tidak hanya mewakili dirinya sendiri tetapi juga suara kolektif ribuan penambang yang hadir. “Kami datang ke sini bukan untuk berdemonstrasi, tapi untuk menyampaikan aspirasi. Aspirasi kami sederhana, libatkan masyarakat! Kami hanya minta kejelasan, siapa yang bertanggung jawab atas dampak kerusakan lingkungan dan sosial yang terjadi? Kami juga ingin berpartisipasi,” tegasnya, disambut anggukan dan sorakan persetujuan dari para penambang.
Selain menuntut partisipasi, Wahyudi juga memaparkan visi jangka panjangnya melalui Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Menurutnya, IPR adalah solusi vital untuk mengatasi masalah penambangan ilegal dan kemiskinan yang merajalela. Dengan adanya IPR, masyarakat dapat menambang secara legal dan terstruktur.
Ia menjelaskan bahwa IPR akan memungkinkan pemerintah untuk mengontrol dan mengawasi aktivitas penambangan dengan lebih efektif, termasuk lokasi penambangan dan pengelolaan limbah.
“Dengan IPR, kita bisa mengontrol. Kita tahu siapa yang menambang, di mana lokasinya, dan bagaimana mereka mengelola limbahnya. Ini akan mengurangi kerusakan lingkungan dan meningkatkan pendapatan daerah,” jelasnya.
Visi ini mendapat dukungan kuat dari para penambang, yang terlihat berharap agar petisi mereka dapat ditindaklanjuti oleh DPRD. Aksi damai ini diakhiri dengan penyerahan petisi, menandai langkah awal perjuangan mereka untuk mendapatkan pengakuan dan hak dalam mengelola kekayaan alam di tanah mereka sendiri.(*)














